- Baznas Lombok Timur Apresiasi Para Muzaki
- Sultan Deli XIV Jadi Duta Zakat dan Wakaf
- Korporasi Pro Israel Tebar Pesona CSR untuk Palestina
- Bela Palestina Bergemuruh di Negara NATO
- Bank Aceh Berzakat ke Baitul Mal Abdya Rp 500 Juta
- Potensi Zakat Kaltim Rp6 T, Baru Terhimpun Rp20 M
- Potensi Zakat Profesi ASN Lumajang Rp10 M per Tahun
- UIN Datokarama Manfaatkan Zakat untuk Beasiswa Cemerlang
- Indahnya Sabar
- Baznas Salurkan Program Z-Auto di Kulonprogo
Menjahit yang Terkoyak
Fitria Susilawati

Keterangan Gambar : Foto: asistensi ai
Di sebuah kota yang sibuk, berdiri dua lembaga zakat ternama: Nur Cahaya dan Harapan Ummat. Keduanya lahir dari semangat yang sama—menolong fakir miskin dan memberdayakan dhuafa. Namun, semakin besar kepercayaan umat, semakin besar pula ego yang tumbuh. Alih-alih bersinergi, mereka justru terjebak dalam persaingan yang panas.
Awalnya, persaingan itu tampak sehat. Keduanya berusaha menghadirkan program terbaik. Tapi saat donasi mulai menurun, fitnah dan isu miring menyeruak. Nur Cahaya dituduh tidak transparan, sementara Harapan Ummat difitnah menggunakan dana untuk kepentingan pribadi. Media sosial penuh dengan saling sindir, dan masyarakat mulai bingung: kepada siapa mereka harus menyalurkan zakat?
Ketegangan itu meledak dalam sebuah rapat bersama yang difasilitasi oleh pemerintah daerah. Alih-alih mencari solusi, pertemuan berubah menjadi adu mulut. Seorang pengurus berteriak, “Kalian merusak nama baik zakat!” sementara yang lain membalas, “Justru kalian yang mencoreng amanah Allah!” Suasana hampir ricuh, beberapa pengurus bahkan mengancam mundur.
Baca Lainnya :
- Rezeki yang Terbagi, Hati yang Tersambung0
- Lumbung Perdamaian0
- Berkah yang Terselubung0
- Air Mata di Balik Sedekah Seorang Nenek0
- Ketika Cinta Tanah Air Menjadi Sedekah untuk Bumi0
Lalu datanglah ujian yang membuka mata. Hujan deras berhari-hari memicu longsor di sebuah desa terpencil. Ratusan warga kehilangan rumah, ribuan menunggu bantuan. Sayangnya, kedua lembaga masih sibuk dengan citra dan tuduhan. Sampai akhirnya, seorang ibu korban bencana muncul di televisi lokal dengan suara serak menahan tangis: “Kami lapar. Tolonglah kami. Jangan berdebat, kami butuh pertolongan, bukan janji.”
Kata-kata itu menyayat hati semua pihak. Malam itu, pimpinan Nur Cahaya dan Harapan Ummat bertemu tanpa protokol resmi, tanpa sorotan kamera. Dalam hening, salah satu berkata dengan mata berkaca-kaca, “Kita lupa tujuan kita. Zakat bukan untuk kebanggaan lembaga, tapi untuk menegakkan keadilan Allah.” Yang lain mengangguk, lalu mengulurkan tangan.
Sejak saat itu, lahirlah Forum Bersama Zakat, wadah kolaborasi antar-lembaga. Data penerima zakat disatukan, distribusi bantuan dikoordinasikan, dan laporan keuangan dipublikasikan terbuka. Perlahan, kepercayaan umat kembali tumbuh.
Konflik panjang itu meninggalkan luka, tetapi juga menjadi titik balik: bahwa filantropi zakat hanya bermakna bila dijalankan dengan hati ikhlas dan persatuan. Karena pada akhirnya, zakat bukan tentang siapa yang lebih hebat, melainkan tentang siapa yang paling tulus melayani umat.
