- Lazismu Expo 2025 Ramaikan Bumi Lambung Mangkurat
- Kasmawati dan ZChicken, Rezeki dari Senja di Dermaga
- Magnet ZChicken, Dagangan Bu Ita Makin Laris
- Bahagia Anak-Anak Gaza Terima Bantuan Makanan Siap Saji
- BAZNAS Salurkan Kaki Prostetik untuk Disabilitas di Kepulauan Seribu
- Pintu Sempit Akses Beasiswa: Saatnya Pemerintah, Swasta, dan Filantropi Bergerak Bersama
- Keterbatasan Kuota Beasiswa: Jalan Terjal Mahasiswa Tidak Mampu Menuju Perguruan Tinggi
- Bantuan ke Gaza, Jauh Panggang Dari Api
- Integrasi Fikih Klasik dan Kontemporer Perkuat Pengelolaan Zakat
- BAZNAS RI dan Kemnaker Buka Peluang Magang ke Jepang
Luka yang Tak Terlihat
Khesya Putri Pratama Dhavira

Keterangan Gambar : Asisten AI
Pagi itu, Mentari belum tinggi ketika Dina duduk di tepi jendela kamarnya, menatap langit kelabu yang seolah memantulkan isi hatinya. Sudah berbulan-bulan ia kehilangan semangat. Suara-suara kecil dalam pikirannya terus mengulang kalimat yang membuatnya lelah: “Kamu gagal… kamu tidak berguna…”
Sejak ibunya meninggal dan ayahnya kehilangan pekerjaan, Dina merasa hidupnya runtuh. Ia berhenti kuliah, jarang keluar rumah, dan kehilangan arah. Dunia yang dulu penuh warna kini terasa sunyi dan sempit.
Suatu hari, tetangga sekaligus sahabat ibunya, Bu Rahma, datang berkunjung. Ia membawa sesuatu selembar brosur dan senyum hangat.
“Dina, Ibu dengar sekarang BAZNAS punya program untuk pendampingan kesehatan mental. Namanya ‘Pulih Bersama: Zakat untuk Jiwa’. Mereka bantu anak muda yang sedang berjuang seperti kamu,” katanya lembut.
Baca Lainnya :
- Warisan Terakhir Nenek Rahmah0
- Dentang Terakhir Telegraf0
- Kepak Sayap Berbagi Komunitas Filantropi 0
- Kereta Harapan0
- Angka-Angka yang Menghidupkan0
Awalnya Dina ragu. Ia berpikir zakat hanya untuk orang miskin secara ekonomi. Namun Bu Rahma menjelaskan bahwa filantropi Islam tak hanya menyentuh tubuh, tapi juga jiwa. Bahwa sehat mental adalah bagian dari kesejahteraan yang diajarkan dalam Islam.
Minggu berikutnya, Dina memberanikan diri datang ke pusat layanan BAZNAS di kotanya. Di sana, ia disambut oleh para relawan muda yang ramah. Mereka memperkenalkan Dina pada seorang konselor bernama Fadhil, yang sabar mendengarkan setiap cerita getirnya tanpa menghakimi.
Hari demi hari, Dina mengikuti sesi konseling, pelatihan keterampilan, dan kegiatan sosial yang diadakan oleh program itu. Ia belajar menjahit, menulis jurnal syukur, dan yang terpenting belajar menerima dirinya sendiri.
Suatu sore, dalam sesi kelompok, Fadhil berkata,
“Kesehatan jiwa itu bukan hanya urusan pribadi. Ia juga tanggung jawab sosial. Di sinilah zakat dan sedekah bekerja mengangkat bukan hanya tubuh yang lapar, tapi hati yang lelah.”
Kalimat itu menancap di hati Dina. Ia mulai memahami bahwa filantropi Islam bukan sekadar bantuan materi, tapi bentuk cinta yang menyembuhkan. Bahwa zakat bisa menjadi obat bagi jiwa-jiwa yang patah.
Beberapa bulan kemudian, Dina menjadi lebih tenang. Ia mulai membantu di pusat layanan BAZNAS, menjadi relawan yang mendampingi remaja lain yang mengalami hal serupa. Di wajahnya kini terpantul harapan baru.
Suatu hari, dalam peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, BAZNAS mengadakan acara bertema “Pulih Bersama, Berdaya Bersama.” Dina diminta untuk berbagi kisah. Dengan suara bergetar, ia bercerita di depan puluhan peserta:
“Dulu saya pikir zakat hanya untuk mereka yang tak punya harta. Tapi ternyata, zakat juga bisa menyentuh mereka yang kehilangan arah. Saya adalah salah satu di antara mereka dan hari ini, saya berdiri bukan sebagai penerima, tapi sebagai penyembuh bagi yang lain.”
Tepuk tangan menggema. Di barisan belakang, Bu Rahma meneteskan air mata bangga.
Beberapa bulan kemudian, Dina berhasil membuka “Ruang Rahmah”, sebuah sudut konseling kecil yang didirikan bersama BAZNAS dan para relawan. Tempat itu menjadi oase bagi siapa pun yang membutuhkan teman bicara dari anak muda pencari jati diri hingga ibu rumah tangga yang lelah secara batin.
Di dinding ruang itu tergantung kutipan yang ditulis Dina sendiri:
“Zakat bukan hanya membersihkan harta, tapi juga menyembuhkan jiwa.”
Dan setiap kali ada yang datang dengan mata sembab, Dina selalu tersenyum dan berkata,
“Tenang… Allah tak pernah meninggalkan siapa pun. Kadang Dia mengirim pertolongan-Nya lewat tangan-tangan manusia yang mau peduli.”

1.png)





.png)
.jpg)
.png)

.png)