Perdamaian Palsu di Balik Jerat Licik Penjajah Belanda (4)
Oleh : Mosyolla Azzahra

By Mosyolla Azzahra 19 Mar 2025, 15:22:54 WIB Cerpen
Perdamaian Palsu di Balik Jerat Licik Penjajah Belanda (4)

Keterangan Gambar : Meta AI


Bab 4

Setelah pertempuran sengit yang mereka alami, Bang Zaki, Ara, dan Fatea akhirnya menemukan tempat aman di sebuah desa terpencil. Namun, saat mereka menyadari bahwa ancaman pasukan VOC semakin mendekat, sesuatu yang tak terduga terjadi. Tiba-tiba, tanpa peringatan, sebuah surat dari pihak penjajah Belanda datang ke desa tersebut, mengusung pesan yang menggemparkan: perdamaian sementara.

Baca Lainnya :

“Bang, ini… ada surat dari kompeni!” seru Ara, menyerahkan gulungan kertas yang tampaknya resmi kepada Zaki.

Bang Zaki membuka surat itu dengan hati-hati, matanya menyapu setiap kata yang tertulis di dalamnya. Surat itu berisi pernyataan mengejutkan yang mengatakan bahwa VOC ingin berdamai dengan rakyat pribumi di Batavia. Mereka menawarkan amnesti, yaitu pengampunan bagi mereka yang menyerah, serta janji untuk tidak ada lagi penindasan—tentunya dengan syarat para pemberontak menyerah dan berhenti melawan.

“Ini... benar-benar datang dari VOC?” tanya Fatea, heran.

Zaki menatap surat itu dengan penuh kecurigaan. “Mereka mengatakan kita bisa hidup damai, tapi siapa yang percaya dengan janji-janji mereka? Mereka hanya berusaha menipu kita,” jawab Zaki dengan penuh keraguan.

“Tapi, Bang… jika ini benar, kita bisa mengakhiri semua kekerasan ini,” kata Ara, matanya bersinar sedikit harapan.

Zaki menggelengkan kepalanya. “Tidak, Ara. Mereka pasti punya niat jahat di balik semua ini. Kita sudah merasakan tipu daya mereka selama ini, dan mereka tak akan berhenti sampai mereka menundukkan kita sepenuhnya.”

Namun, meskipun Zaki merasa curiga, ia tahu bahwa untuk memastikan apa yang terjadi, mereka harus memantau situasi. Maka, setelah beberapa hari bersembunyi, mereka memutuskan untuk pergi ke Batavia, tempat VOC mengirimkan surat tersebut.


Di tengah jalan, mereka melihat tanda-tanda ketegangan yang aneh. Tidak ada lagi patroli yang melintas, dan warga desa yang biasanya takut terhadap pasukan Belanda kini berjalan dengan lebih bebas. Sebagian besar tampaknya mulai menerima kondisi yang ada, seolah mereka terbuai dengan janji-janji perdamaian.

Akhirnya, mereka sampai di Batavia, dan melihat sebuah pertemuan besar yang diadakan oleh VOC di alun-alun kota. Begitu banyak pejabat Belanda yang tampak merayakan kesepakatan baru ini, lengkap dengan pidato-pidato mengenai perdamaian dan kemakmuran yang akan datang. Bang Zaki, Ara, dan Fatea bersembunyi di antara kerumunan, mengamati dengan seksama.

Di atas panggung, seorang pejabat tinggi Belanda, yang mengenakan jubah merah megah, berdiri dengan angkuh. “Hari ini adalah hari yang bersejarah bagi Batavia! Dengan berdamai, kita akan membangun kota ini menjadi lebih makmur. Tidak ada lagi perlawanan! Tidak ada lagi darah yang tertumpah!”

Sorakan terdengar riuh dari pasukan VOC yang hadir, namun di hati Bang Zaki, rasa curiga semakin dalam. Ini terlalu cepat, terlalu mudah. Sesuatu pasti sedang disembunyikan di balik semua kebohongan ini.

“Bang, kita harus hati-hati. Ini bisa jadi jebakan,” kata Ara, suaranya berbisik di samping Zaki.

Fatea menambahkan, “Aku merasakannya, Bang. Ada sesuatu yang janggal. Mereka terlalu percaya diri.”

Mereka bertiga memutuskan untuk menyelidiki lebih jauh. Setelah malam tiba dan sebagian besar orang sudah pulang, mereka melarikan diri ke pusat kota. Mereka bersembunyi di balik bayang-bayang rumah-rumah tinggi, mengamati gerak-gerik para penjajah.

Kemudian, mereka melihat sesuatu yang mencurigakan. Di balik salah satu gedung besar milik VOC, beberapa pasukan Belanda sedang membawa sejumlah besar dokumen yang disegel rapat. Mereka menyelinap ke dalam, menghilang dari pandangan.

Tanpa ragu, Bang Zaki, Ara, dan Fatea mengikuti mereka dengan hati-hati. Mereka memasuki ruang belakang gedung, di mana mereka menemukan sebuah ruangan penuh dengan dokumen dan peta. Salah satu pasukan Belanda, yang sepertinya tidak melihat mereka, membuka salah satu peti besar dan mengeluarkan sebuah gulungan dokumen.

Bang Zaki segera mendekat dan mengambil dokumen itu, membukanya dengan cepat. Begitu membaca beberapa bagian, wajahnya berubah gelap.

“Ini adalah rencana... rencana untuk menghancurkan kita semua,” katanya, suara penuh amarah. “VOC berencana untuk memanipulasi perdamaian ini agar mereka bisa menguasai lebih banyak tanah kita dan menindas lebih dalam lagi. Mereka akan membuat perjanjian dengan beberapa pemimpin desa untuk berpihak kepada mereka, sementara yang lainnya akan dihancurkan secara perlahan. Ini bukan perdamaian, ini hanya strategi mereka untuk memperkuat kekuasaan mereka.”

Ara dan Fatea tercengang mendengar pengungkapan itu. “Jadi, ini semua hanya sandiwara?” tanya Ara, suara penuh keprihatinan.

Zaki mengangguk keras. “Mereka menggunakan perdamaian sebagai umpan. Mereka tidak menginginkan kedamaian, mereka hanya ingin mengelabui kita, agar kita berhenti melawan, sementara mereka mengatur langkah selanjutnya.”

Fatea menggenggam pedangnya dengan erat. “Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi. Jika mereka berani melakukan ini, maka kita harus lebih keras lagi dalam melawan mereka.”

“Benar,” jawab Zaki, matanya penuh tekad. “Kita akan membuka kedok mereka, dan mengungkapkan kebohongan ini kepada seluruh rakyat Batavia. Kita tidak bisa membiarkan VOC menang dengan cara licik ini.”

Mereka bertiga segera menyusun rencana untuk membocorkan informasi ini ke publik, tapi mereka tahu bahwa ini bukanlah jalan yang mudah. VOC pasti akan berusaha menutupi kebohongan ini dengan segala cara, dan mereka mungkin akan menjadi target berikutnya. Namun, tak ada pilihan lain. Jika mereka ingin rakyat Batavia tahu kebenaran, mereka harus menghadapi bahaya terbesar yang pernah ada.

“Ini perang yang baru,” kata Bang Zaki dengan suara tegas. “Tapi kali ini, kita tidak hanya berjuang untuk kita. Kita berjuang untuk semua orang yang telah tertipu oleh janji-janji manis mereka.”

Dengan tekad yang semakin kuat, mereka bertiga menyusun langkah selanjutnya untuk menghadapi VOC. Mereka tahu bahwa tantangan yang lebih besar kini menanti mereka, namun semangat perlawanan itu tidak akan pernah padam. Di balik senyuman manis penjajah, ada kebohongan besar yang harus mereka ungkap, demi masa depan yang lebih baik bagi rakyat Batavia.




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment