- BAZNAS Bali dan Komunitas Kemanusiaan Bantu Tangani Jenazah Telantar
- Kemenag NTB Luncurkan Wakaf Berbasis QRIS
- Rumah Zakat Ikut Meriahkan Hari Kesiapsiagaan Bencana 2025
- LAZISNU Pati Bantu Korban Puting Beliung
- LAZISNU Sidoarjo Kembali Distribusikan Bantuan Modal UMKM
- Lazismu dan PAS Band Kampanye Berbagi via Gathering Camp
- Lazismu Salurkan Bantuan via Program Save Our School
- Filantropi Energi untuk Musibah Mati Listrik Global
- Solidaritas Umat dan Diplomasi Kemanusiaan BAZNAS dalam Tragedi Gempa Myanmar
- Dai Ambasador Dompet Dhuafa, Dakwah hingga Mancanegara
Tangisan di Balik Jeruji Sudan
Oleh: Fatea Failasufa

Keterangan Gambar : Meta AI
Di tengah reruntuhan kota Khartoum yang telah luluh lantak oleh perang saudara, suara desingan peluru masih bersahutan. Sandra, seorang gadis berusia 17 tahun, duduk lemas di sudut ruangan gelap. Tangannya yang kurus mencengkeram perutnya yang melilit kelaparan. Sudah berhari-hari ia dan beberapa sandera lainnya hanya diberi makan sekali sehari—sepotong roti busuk dan air kotor yang membuat perut mereka semakin sakit.
Di luar bangunan yang dijadikan penjara darurat itu, tentara bayaran bersenjata lengkap berjaga. Para sandera, sebagian besar perempuan dan anak-anak, hanya bisa pasrah menunggu keajaiban. Mata Sandra berkaca-kaca saat melihat seorang anak kecil di sampingnya, Hana, mengunyah sisa makanan basi dengan wajah tanpa ekspresi. Hati Sandra menjerit, tetapi tubuhnya terlalu lemah untuk melawan.
Di sisi lain Sudan, sekelompok relawan kemanusiaan sedang menyusun rencana penyelamatan. Salah satunya adalah Amir, seorang dokter muda yang bekerja untuk organisasi kemanusiaan internasional. Ia menerima informasi bahwa sekelompok sandera masih hidup di dalam gedung yang dikuasai milisi bersenjata. Waktu mereka tidak banyak—jika terlalu lama, para sandera bisa mati kelaparan atau dibunuh.
Baca Lainnya :
- Jejak Darah di Batavia: Bang Zaki Pembela Rakyat yang Dizalimi (2)0
- Jejak Darah di Batavia: Kisah Bang Zaki Sang Pendekar Betawi (1)0
- Cahaya di Langit Gaza0
- Berkah dari Kebaikan Kecil0
- Dari Derita Menuju Cahaya0
Malam itu, di bawah bayang-bayang bulan redup, Amir dan timnya bergerak menuju lokasi. Mereka bekerja sama dengan beberapa warga lokal yang mengetahui jalur aman untuk mendekati gedung. Dengan senjata seadanya dan keberanian yang luar biasa, mereka menyusup masuk, menghindari patroli milisi.
Saat pintu ruangan sandera berhasil didobrak, bau busuk menyergap hidung Amir. Cahaya senter menyapu wajah-wajah yang tinggal kulit dan tulang. Mereka menatap kosong, seolah tak percaya ada harapan datang. "Kami datang untuk menyelamatkan kalian," bisik Amir, menahan emosi.
Sandra, dengan sisa tenaganya, berusaha berdiri. Hana, yang berada di sisinya, sudah tak mampu berjalan. Dengan cepat, para relawan menggendong anak-anak dan membantu para sandera yang lebih tua. Namun, tak lama kemudian, suara tembakan menggema. Milisi menyadari keberadaan mereka.
"Cepat! Keluar dari sini!" seru Amir.
Dengan langkah tertatih, mereka berlari menuju kendaraan yang telah disiapkan. Peluru beterbangan di sekitar mereka, tetapi keberuntungan masih berpihak. Dalam waktu singkat, mereka berhasil mencapai kamp pengungsi di perbatasan.
Sandra menangis saat menerima roti hangat dari seorang perawat. Setelah sekian lama, ia akhirnya bisa merasakan makanan yang layak. Di sampingnya, Hana tertidur lelap di pelukan seorang relawan. Untuk pertama kalinya dalam berbulan-bulan, mereka merasa aman.
Di langit Sudan yang penuh asap dan debu, fajar baru menyingsing. Harapan masih ada, dan perjuangan belum selesai.