Setelah pertempuran terakhir yang mengukir kemenangan, Zaki, Ara, dan Tea merasa lega. Begitu banyak darah yang telah tertumpah, begitu banyak nyawa yang telah hilang, namun kemerdekaan Indonesia akhirnya tercapai. . . .
Di bawah langit malam yang dipenuhi bintang-bintang, Zaki, Ara, dan Tea duduk bersembunyi di perkemahan yang tersembunyi di dalam hutan. Udara dingin menggigit kulit mereka, namun semangat juang dalam dada mereka lebih . . .
Malam semakin larut di Jakarta. Langit gelap pekat tanpa bintang, hanya lampu-lampu gedung pencakar langit yang masih menyala menemani orang-orang yang lembur di kantornya. Salah satunya adalah Nadira, seorang perempuan . . .
Bab 5Setelah mengetahui niat jahat VOC di balik pernyataan damai mereka, Bang Zaki dan dua sahabatnya, Ara dan Fatea, segera mengatur rencana untuk menggagalkan usaha penjajah Belanda yang licik. Mereka tahu bahwa . . .
Bab 4Setelah pertempuran sengit yang mereka alami, Bang Zaki, Ara, dan Fatea akhirnya menemukan tempat aman di sebuah desa terpencil. Namun, saat mereka menyadari bahwa ancaman pasukan VOC semakin mendekat, sesuatu yang . . .
Setelah berhasil membebaskan orang tuanya dari cengkeraman penjajah Belanda, Bang Zaki, Ara, dan Fatea bersembunyi di sebuah desa terpencil di luar Batavia. Desa ini, meskipun kecil dan jauh dari pusat kota, masih . . .
Di tengah reruntuhan kota Khartoum yang telah luluh lantak oleh perang saudara, suara desingan peluru masih bersahutan. Sandra, seorang gadis berusia 17 tahun, duduk lemas di sudut ruangan gelap. Tangannya yang kurus . . .
Malam itu, setelah berhasil menyelamatkan Bang Rais dari penjara Tanjung Priuk, Bang Zaki dan kedua sahabatnya, Ara dan Fatea, pulang dengan perasaan yang bercampur aduk. Mereka tahu, meskipun Bang Rais berhasil mereka . . .
Batavia, abad ke-19, di bawah kekuasaan VOC, menjadi kota yang sibuk dengan perniagaan dan kekuasaan kolonial. Di tengah hiruk pikuk itu, terdapat sebuah kampung kecil yang dihuni oleh orang-orang biasa, kaum dhuafa . . .
Hujan peluru dan ledakan bom seakan menjadi musik latar di tanah Gaza yang berduka. Di tengah reruntuhan bangunan dan jeritan duka, seorang pria berusia 35 tahun, bernama Malik Fadhlan, bergerak lincah. Ia adalah . . .
.jpg)
